Kamis, 22 Oktober 2015

Lahirnya Produk-produk Hukum Kesehatan Lingkungan, Mampukah Menjadi  Momentum Kebangkitan Profesi Kesehatan Lingkungan (Sanitarian) ? 


Sejak lahirnya Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dimana Kesehatan Lingkungan secara khusus di muat pada Bab XI  disertai Pasal 162-163, profesi Kesehatan  Lingkungan (Sanitarian) di Indonesia sepertinya mendapat angin segar dari eksekutif dan legislatif. Selama ini seolah-olah masalah kesehatan lingkungan dalam dunia kesehatan dianggap "kurang" penting. Sehingga program kesehatan lingkungan (baca: preventif dan promotif) dibandingkan program pelayanan kesehatan (baca: kuratif dan rehabilitatif) selalu mendapat porsi yang rendah dalam  anggaran Program Pembangunan Kesehatan Nasional.   
Meskipun hanya 2 pasal (162-163) dalam 1 bab yang memuat kesehatan lingkungan, namun isi pasal tersebut sarat makna dan sangat penting sebagai momentum untuk meningkatkan peranan faktor kesehatan lingkungan terhadap peningkatan status kesehatan bangsa Indonesia, sejalan dengan teori holistiknya HL Blum yang diakui kebenarannya oleh dunia.   Tetapi undang-undang tersebut belum dapat diimplementasikan,  khususnya bab tentang kesehatan lingkungan jika tidak diikuti penerbitan peraturan perundang-undangan yang lebih teknis dan spesifik mengatur pelaksanaan kesehatan lingkungan, baik berupa peraturan pemerintah/daerah maupun peraturan presiden/menteri. Hal ini sebenarnya sudah disadari oleh para praktisi kesehatan lingkungan yang bertugas di lingkungan program Kementerian Kesehatan maupun didunia pendidikan terkait. Tetapi gerakan para praktisi ini seperti membentur dinding paradigma sakit (bisnis sakit) yang sudah terlanjur mengakar kuat di dunia kesehatan. Meskipun dalam era Menteri Kesehatan RI nya  Prof. Dr. dr. Farid A. Moeloek sempat muncul gagasan Paradigma Sehat (bisnis sehat), tetapi tidak berlangsung lama,  mindset paradigma sehat spertinya memudar kembali seiring pergantian pimpinan di sektor kesehatan. Fakta menunjukkan anggaran pembangunan kesehatan lebih banyak tercurah guna pembangunan pusat-pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan peralatan kesehatan yang canggih dan mahal untuk upaya kesehatan perorangan (UKP) dibanding upaya kesehatan masyarakat (UKM) dalam bentuk program kesehatan preventif dan promotif.
Sebetulnya sejak beberapa tahun terakhir telah terbit berbagai Peraturan per Undang-undangan baru yang terkait dengan kesehatan lingkungan, sebut saja seperti UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU No. 32  Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, UU No. 44 tentang Rumah Sakit, UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,  serta yang cukup "mengejutkan" para tenaga kesehatan adalah lahirnya UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (saat ini sedang di yudicial review oleh IDI dan PDGI).
Bagi kami "Rakyat Kecil Kesehatan Lingkungan", perkembangan UU tersebut sangat menggembirakan. Terutama telah lahir pula Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2014  tentang Kesehatan Lingkungan yang benar-benar menunjukkan pentingnya praktik kesehatan lingkungan dalam mewujudkan kesehatan bagi bangsa Indonesia, sekaligus mengakui eksistensi Profesi Kesehatan Lingkungan (Sanitarian).
Sebelum PP No.66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan terbit, Menteri Kesehatan RI sebenarnya telah mendahului dengan menerbitkan  Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 32 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Tenaga Sanitarian. Peraturan ini mengatur secara rinci profesi sanitarian yang terkait dengan upaya dibidang kesehatan lingkungan. Namun PP No. 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan merupakan kekuatan hukum yang sangat luar biasa dalam mendukung berfungsinya peranan profesi Kesehatan Lingkungan (Sanitarian) dalam upaya meningkatkan kesehatan Bangsa Indonesia yang relatif masih rendah dibandingkan bangsa-bangsa di Asia maupun dunia.  
"Euforia" karena lahirnya produk-produk hukum bagi profesi Kesehatan Lingkungan (Sanitarian) dengan organisasi profesi Himpunan Ahli Kesehatann Lingkungan (HAKLI) nya yang diakui dalam PMK  No.32/2013 dan UU No. 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan tersebut diatas,   harus diikuti dengan langkah-langkah nyata oleh para Profesional Kesehatan Lingkungan untuk dapat mengimplementasikan praktik upaya kesehatan lingkungan. Sehingga manfaat lahirnya produk hukum dibidang kesehatan lingkungan benar-benar berguna dalam upaya meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Mampukah Profesi Kesehatan Lingkungan memanfaatkan momentum angin segar itu? Harus mampu, karena banyak jalan dan cara yang bisa diperbuat melalui jalur legislatif dan eksekutif maupun kerja nyata di masyarakat yang bisa dilakukan untuk menunjukkan manfaat lahirnya produk hukum tersebut.
Akhirnya tulisan ringan ini mengajak semua komponen bangsa Indonesia khususnya sejawat profesi Kesehatan Lingkungan (Sanitarian) untuk "bangkit" dan "bergerak" serentak, merapatkan barisan untuk melaksanakan semua upaya kesehatan lingkungan secara nyata karena telah diamanatkan dalam produk-produk hukum yang telah lahir dengan susah payah dan lama. 
Bravo kesehatan lingkungan! Bravo HAKLI!!!